CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

Kamis, 30 Juli 2009

 Definisi majas simile 

SIMILE. Perbandingan langsung dengan menyamakan suatu hal dengan hal lain menggunakan kata awalan se-, kata penghubung atau kata pembanding (seperti, layaknya, bagaikan, bagai, seumpama, sebagai, umpama, bak, laksana, sepantun).


Simile menurut Rahmat Djoko Pradopo ("Pengkajian Puisi", Gajah Mada University Press: Yogyakarta, Cet. 9, 2005) dapat dikatakan sebagai majas yang paling sederhana dan paling banyak digunakan dalam sajak.

Contoh:
a. Waktu seperti burung tanpa hinggapan
  melewati hari-hari rubuh tanpa ratapan
  sayap-sayap mu'jizat terkebar dengan cekatan


  Waktu seperti butir-butir air
  dengan nyanyi dan tangis angin silir
  berpejam mata dan pelesir tanpa akhir.

("Waktu", W.S Rendra, "Empat Kumpulan Sajak", Pustaka Jaya: Jakarta, Cet.8, 2003)


b. Ia merasa seperti menyusuri lingkaran
  tak menemukan bangku panjang.

("Lirik untuk Improvisasi Jazz", Sapardi Djoko Damono, "Hujan Bulan Juni", Grasindo: Jakarta, 1994)

  

  Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
  memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
  sampai pada suatu hari
  kita lupa untuk apa.

("Yang Fana adalah Waktu", ibid)

c. Malam ini. Sebuah perapian menyala di kejauhan
  seperti bayang-bayangmu bergerak di pintu depan

("Dari Rembang ke Rembang", Abdul Hadi WM, "Tergantung pada Angin"; Budaya Jaya: Jakarta, 1977) 
   

  Seseorang atau mungkin senandungmu yang hilang
  bergerak seperti perahu di atas ombak tak berjalan.

("Seperti Perahu", ibid)

d. Suratmu masih saja indah kubaca
  bagai ricik kali dan taman bunga
  di padang tandus cintaku

("Neraca Perjalanan", Sitok Srengenge, "Kelenjang Bekisar Jantan", Garba Budaya" Jakarta, 2000) 

  Sebab kau seakan kelam yang selalu mau aku memasukimu,
  sembunyikan cemas sekaligus kebebasanku

("Memasukimu", ibid)

e. Aku tak tahu siapa yang mengantar pulang jasadnya,
  tapi setiap membaca koran aku seperti sedang
  mengantar jenazah loper koran malang itu,

("Loper Koran", Joko Pinurbo, " Pacar Senja"; Grasindo: Jakarta, 2005)

  Bayi tersenyum, membuka dunia kecil yang merekah
  di matanya, ketika Ibu menjamah tubuhnya
  yang ranum, seperti menjamah gumpalan jantung
  dan hati yang dijernihkan untuk dipersembahkan
  di meja perjamuan.

("Bayi dalam Kulkas", ibid).

Ada simile yang kuat. Ada simile yang efektif mengutuhkan sajak. Ada simile yang lemah. Ada juga yang sia-sia. Ada juga yang membingungkan. Ada yang tidak terasa kehadirannya, karena begitu pas ia dipadankan. Ada yang justru mengganggu. Simile memang jurus yang paling sering dipakai, tapi ia tetap harus dipakai dengan hati-hati.

0 komentar: